SPEKTRUM 2018: Story Never Dies

CERITA DARI MASA LALU, KINI, DAN DUNIA LAIN

Setiap hari kita terpapar pada beragam cerita yang disajikan ke hadapan berbagai indera yang kita miliki. Bangun tidur, buka hp, buka aplikasi chat atau media sosial. Seketika itu juga ratusan cerita langsung terpampang di depan mata. Mulai dari cerita yang mau kita simak maupun yang akan kita abaikan, cerita-cerita ini tidak dapat kita cegah untuk masuk ke memori dan menetap di dalam kesadaran kita. Seniman mempunyai kesempatan untuk mengolah sekaligus menyampaikan kembali sebuah cerita dalam terjemahan dan media artistik. Hal ini membuat sebuah karya memiliki dua kepentingan utama yaitu apa ceritanya dan bagaimana cara ia diceritakan kembali. Melalui pameran “SPEKTRUM 2018: Story Never Dies” ini, para student-artist merayakan kesempatan mereka untuk berbagi cerita.

Cerita dari pengalaman pribadi merupakan hal yang paling banyak menjadi sumber inspirasi seniman. Chanikan Chavananand menuangkan hasil kontemplasi dari perjalanannya ke Pai, di Thailand Utara. Hansen Alby Valen memaparkan berbagai pengorbanan dalam mencari jati diri dan kesuksesan dalam komposisi gambar potret diri. Malita Meier menampilkan untaian perasaan ketidaknyamanannya dalam komposisi garis. Nathanael Ivan membawakan psike ketidakamanan seseorang dalam sebuah hubungan romantis melalui instalasi dan performans. Rani Lawson menggunakan instingnya untuk bercerita melalui teknik cetak tunggal yang baru dipelajarinya sebelum pameran ini di Jakarta

Menyampaikan cerita dari dan tentang orang lain menjadi hal yang juga menarik untuk dieksplorasi oleh para student-artist. Hardianto Eka Dewantara bermain dengan citraan yang menjadi bagian dari cerita orang-orang melalui performans video. Ilustrasi oleh Hary Setiawan terinspirasi oleh kisah akan kematian seorang anak kecil yang menimbulkan efek domino kebaikan kepada orang banyak. Lukisan dengan ciri khas teknik tradisional Thailand yang dibuat Kitnithi Katkaew merupakan tribut kepada almarhum Raja Bhumibol Adulyadej yang merupakan sosok yang penting baginya. Ada pula cerita mengenai pergerakan seni rupa di masa lampau yang digagas ulang oleh Ibrahim Soetomo. Melalui teknik cerita potong-tempel, Ibrahim menantang publik untuk mencari makna dari manifesto pergerakan sebelumnya di masa kini. Karya grafis Sydney Farey menunjukkan cerita tentang orang tercinta yang ternyata memunculkan pendekatan artistik yang lebih mesra dan tulus ketika kita terpisah jarak.

Cerita dari dimensi lain turut serta meramaikan pameran ini dan mengajak kita meninggalkan rasionalitas atau bisa juga menjadi rasionalitas alternatif. Liko Sukhoy menggali keresahan dari orang-orang di lingkungan sekitarnya dengan metode ramal. Yopi Agung menampilkan visualisasi rasi bintang Gemini dengan teknik digital sculpting. Rocky Asep Prabowo menggagas rasionalisasi pamali seputar nasi melalui ilustrasi. Berbagai ide dan teknik paparan cerita ini tidak berusaha untuk mengungguli satu sama lain melainkan dikurasi untuk menampilkan spektrum pendidikan seni dari institusi yang berpartisipasi.

Stories from Past, Present, and Out of this world

Every day we are exposed to various stories presented to our many senses. We wake up, check our phones, look over chat applications and social media. Right there and then hundreds of stories are arrayed before our eyes. From stories we genuinely want to engage to those we disregard, we cannot prevent these stories to enter our memories and remain in our consciousness. Artists have the opportunity to process as well as retell a story through adaptations and artistic media. This results in an artwork with two significant purposes, which are the story itself and how it is being retold. On this exhibition “SPEKTRUM 2018: Story Never Dies”, the student-artists celebrate the chances to share their stories.

Stories from personal experiences are a source of inspiration for most of the artists. Chanikan Chavananand expresses some contemplations from her travel to Pai, in North Thailand. Hansen Alby Valen recounts the sacrifices made in the process of searching for his identity and success with a composition of self-portraits. Malita Meier conveys her discomfort through line composition. Nathanael Ivan brings out insecure feelings of people in romantic relationships with installation and performance. Rani Lawson uses her instinct to tell stories using manual printmaking technique she has only just learnt before this exhibition in Jakarta.

Narrating stories from and about other people are also an interesting subject to be explored by the student-artists. Hardianto Eka Dewantara plays with images that have become parts of people’s stories through video performance. Illustrations by Hary Setiawan are inspired by a tale of a child’s death that creates a domino effect of kindness on people. A painting with distinguished traditional Thai technique made by Kitnithi Katkaew is a tribute to the late King Bhumibol Adulyadej who was an important figure for him. There is also a story about art movements in the past being reinitiated by Ibrahim Soetomo. Using collage technique, Ibrahim challenges the public to find relevant meanings from the old manifesto in the present. Sydney Farey’s print shows us that telling stories about our loved ones when we are apart can reveal an intimate and sincere artistic approach.

Stories from other dimensions, too, are showcased in this exhibition and invite us to abandon rationality or provide an alternative rationality. Liko Sukhoy digs into the anxieties of the people around him with the method of fortune-telling. Yopi Agung visualizes the Gemini constellation with digital sculpting. Rocky Asep Prabowo rationalizes myths around rice through illustration. The many ideas and storytelling techniques here do not seek to upstage each other, instead they are curated to demonstrate the spectrum of art education offered by participating institutions.

Principal Partner
Universitas Multimedia Nusantara

Venue
Lobby Gedung D, Universitas Multimedia Nusantara
Jl. Scientia Boulevard, Gading Serpong, Tangerang Banten

Date
March 8 – 17, 2018

Time
10.00 – 17.00 WIB (Open daily)

Curator
Evelyn Huang

Artist
Chanikan Chavananand (Chulalongkorn University / Thailand)
Hansen Alby Valen (Universitas Bina Nusantara / Indonesia)
Hardianto Eka Dewantara (Institut Kesenian Jakarta / Indonesia)
Hary Setiawan (Universitas Bina Nusantara / Indonesia)
Ibrahim Soetomo (Institut Kesenian Jakarta / Indonesia)
Kitnithi Katkaew (Chulalongkorn University / Thailand)
Liko Sukhoy D. (Universitas Multimedia Nusantara / Indonesia)
Malita Meier (Chulalongkorn University / Thailand)
Nathanael Ivan (Universitas Multimedia Nusantara / Indonesia)
Rani Lawson (University of South Australia / Australia)
Rocky Asep Prabowo (Universitas Esa Unggul / Indonesia)
Sydney Farey (Australia National University / Australia)
Yopi Agung (International Design School / Indonesia)

Panelist
Ahmad Fuad, M.Ds. (Program Head, Universitas Esa Unggul)
Asep Topan, M.Sn. (Lecturer, Institut Kesenian Jakarta)
Fransisca Retno, S.Ds., M.Sn. (Lecturer, Universitas Multimedia Nusantara)
Rebecca Mayo, B.V.A., B.A. (Lecturer, Australia National University)
Romy Oktaviansyah, M.Sn. (Program Head, International Design School)
Surachai Ekphalakorn, M.F.A. (Assistant Professor, Chulalongkorn University)
Wahyudi Pratama, M.Sn. (Lecturer, Universitas Bina Nusantara)

Event
Group Critique
Thursday, March 8, 2018
10:00 – 11:00

Opening & Artist Talk & Performance
Thursday, March 8, 2018
12:00 – 15:00

* All programs are open to public.